Kamis, 27 Desember 2018

Selamat Tinggal

Suatu ketika, dalam sebuah perjalanan. aku melakukan perjanjian dengan Tuhan. Yang lebih seperti kompromi untuk takdir yang sudah jelas tertulis. Tapi seperti manusia lainnya, aku hanya ingin berdoa. Satu keinginan yang mungkin ingin aku ucap, kali itu saja.

Aku pernah tertohok, dengan sebuah kalimat sederhana dari fiksi lawas Paulo Coelho. Katanya, kebanyakan manusia melihat dunia dalam batas yang ingin mereka lihat, bukan apa yang sebenarnya terjadi. Benar juga. Aku  merasakan perasaan yang sama. Merasa lebih baik berpikir yang baik-baik, supaya terjadi yang baik-baik. Tapi aku lupa takdir itu ada. Aku lupa Tuhan punya rencana. Dan aku ingin nyangkalnya. Karena bagiku, itu rencana buruk.

Jumat, 24 Februari 2017

Sesederhana Bunga Desember

Cerita ini aku persembahkan untuk seorang laki-laki nomor satu di hatiku



"Kamu boleh pilih baju yang mana saja yang kamu suka."

Kalimat itu mungkin kalimat terpanjang yang diucapkan bapakku hari itu. Aku masih berusia 4 tahun. Pertama kalinya untukku memasuki sebuah toko besar dengan baju-baju yang sangat banyak.

Dan itu juga pertama kalinya aku memilih.

Perasaan seorang gadis kecil, memilih gaun lebaran sebagai hadiah dari Bapak nya, ternyata sungguh luar biasa. Aku menggenggam tangan Bapakku semakin erat, ragu harus memilih yang mana. Diantara baju-baju indah yang ditunjukkan kakak-kakak di sana, tidak ada satupun yang tidak aku suka. Bapakku mengerti. Beliau berjongkok untuk menyamai tinggi badanku dan mengambil satu gaun terdekat. Dari raut mukanya yang selalu datar itu, ia tampak menimbang apakah gaun itu cocok untuk putri bungsunya ini. 

Aku tersenyum. Bahagia.

Jumat, 02 September 2016

Dongeng Masa Muda



Orang bilang, yang mirip itu berjodoh.

Seperti berdiri di depan cermin, aku melihatmu dalam batas kaca tipis. Perangaimu mengingatkanku pada muda yang sudah lalu. Pada pagi yang telah terlewat. Kau berdiri menantang ombak tinggi. Lupa karang yang memperingatkan dasyatnya lautan. Menarikku pada pusaran arus waktu. Mengembalikan memori dalam tiap butiran pasir yang kita pijak.

Kita bisa, berbicara tentang banyaknya bintang dalam satu lubang sedotan yang kau intip. Kita bisa, menjabarkan alogaritma bilangan biner yang bahasannya hanya seputar 0 dan 1. Tapi yang asing tak boleh terbiasa. Supaya masih ada jarak yang bisa dipandang. Agar masih ada tanya dibelakang koma. 

Karena kata orang, yang sama itu tak akan bisa menyatu. 

Kita telah terpisah dalam peran kursi depan dan kursi belakang. Jarak yang kau buat dalam imaji seorang tuan putri. Tidurmu tak butuh dibangunkan ksatria, walaupun tak sampai semeter di depanmu ada pangeran kodok mengintip dari spion. 



Senin, 29 Agustus 2016

Salju Bulan Agustus

Bukan maksud terkutuk untuk selalu terjebak di suatu waktu denganmu. Siapa juga yang tidak bosan mendapatkan pemandangan sepertimu setiap hari? Tapi buktinya aku tidak menyesal terlalu sering menatap punggungmu dari kursi belakang mobil seperti ini. Walaupun berjuta kali kamu mengomel dengan kalimat ‘aku bukan supirmu’, toh juga kamu tidak keberatan aku berakhir menguasai kursi belakang mobil sebagai teritori milikku. Seperti perasaanku saat ini, yang tidak keberatan mendapati diri terbangun di pagi buta dengan suara ombak dan kamu tidur tak lebih dari semeter di depanku.

Aku mengerjap mata sebelum tersenyum mendapatimu tidur dengan pose luar biasa aneh dengan mulut mengagah dan posisi badan yang aku yakin sangat tidak nyaman terjebak di kursi supir. Iseng, aku mengambil handphonemu dan mengabadikan pose mengerikan ini untuk suatu hari dapat kita tertawakan bersama. 

CEKRIK!

Terkejut, hampir aku kehilangan keseimbangan jatuh ke jok depan, tepat di pangkuanmu. Tak tahu aku ini beruntung atau tidak mendapati diri hanya bisa mematung, setelah detik berikutya, matamu terbuka dan aku terlalu tercengang untuk seharusnya terjungkal. Untung nyawamu belum lengkap, jadi yang kau lakukan hanya bergumam tidak jelas dan kembali tidur.

Aku menghela nafas lega. Untung saja!

Pernah kejadian memalukan seperti ini terjadi. Ketika pertama kali aku mencoba memakai rok panjang berkibar-kibar sambil mengendarai sepeda di pinggir pantai. Pantai ini. Tepat di ujung jalan setapak sana, setahun yang lalu, aku mengolokmu yang tidak bisa mengendarai sepeda atau motor atau kendaraan apapun beroda kurang dari tiga, di usia yang hampir menginjak dekade ketiga. Dengan PD nya aku bersepeda mengelilingmu seolah bertawaf sambil melafadkan do’a-do’a yang sebenarnya adalah sindiran-sindiran kecil tentang kekuranganmu itu. Dan juga kekurangan mu yang lain, tentu saja. 

Sebut saja seperti potongan rambut yang ketinggalan jaman, atau kebiasaanmu memakai kaos kaki sebelum tidur atau selera makanmu yang tidak bertoleransi dengan pedas. Dari pada seorang penumpang, aku lebih cocok disebut sebagai kritikusmu. Oke, oke aku mengaku sebenarnya aku lebih pantas disebut bullier sejatimu. Haha. 


Senin, 01 Agustus 2016

Kisah Rindu

Menggigil sudah seluruh tubuhku. Tak bisa aku salahkan hujan yang tak kunjung berhenti. Tidak juga bunga Desember yang hampir kehilangan seluruh benang sarinya. Ini hanya masalah waktu. Dalam kamus Rindu, detik serasa tahunan. Aku sudah menunggu milyaran tahun. Dan orang yang aku tunggu belum juga datang.

Dalam kamus Rindu, kosakata kedua di halaman 11, berbunyi Kenangan. Jika saja ada tombol power, layar proyektor di depanku akan ku paksa padam. Sinematografi yang berkelebatan dalam otakku saat ini, bukan tidak diingini. Hanya saja, aku merasa terlalu lelah. Gaun merah yang aku kenahkan sudah setengah basah. Warnanya bahkan sudah memendar ke hidung hingga mata. Tapi aku tak bisa pergi. Entah aku sadar atau tidak, aku menginginkan ia hadir. Walau hanya dalam bentuk bayangan yang semakin jelas setelah film semakin lama berputar. 


Senin, 16 November 2015

Tempat Tinggal

Katakan padaku satu hal! Maukah kau menjamin aku akan bahagia jika memilihmu?

Pernah aku datang ke sebuah tempat. Asing. Tapi aku merasa pernah datang ke sana. Berkali-kali. Samar ingatanku merapal anak-anak tangga putih yang akan mengantarku pada pintu mahoni berdaun dua di ujungnya. Tidak perlu aku mengintip dari lubang kunci untuk tahu rumah macam apa yang ada di hadapanku itu. Wallpaper cream dengan sulur samar, lantai marmer yang entah warnanya putih atau abu-abu, rumah bergaya eropa modern minimalis dengan dua bangunan utama yang terpisah. Walaupun ingatanku tak menggambarkannya dengan jelas, aku tau satu hal. Aku tidak suka tempat itu. Aku tak pernah ingin kembali ke sana.

Sensasi itu aku ingat lagi saat melihat tatapanmu. Perasaan familiar sekaligus asing. Membuatku ragu untuk menyambut tangan yang kau ulurkan dengan senyum tipis. Di bawah lampu sorot 100 watt jalanan depan warung kopi tongkrongan kita, aku memutuskan satu hal. Aku tidak boleh melewati jalan itu. Jalan yang kau tawarkan tanpa banyak berfikir. Ungkapan kebaikan hati yang terlampau murah sampai rasanya tidak mungkin. Karena tanpa kau mengatakan apapun, aku sudah tau. Aku terlalu paham lorong-lorong dalam rumah itu. Terlalu hafal dengan hiasan dinding yang menghiasi tangga ke lantai berikutnya. Sesuatu yang bahkan tidak pernah kau tau. Jika aku memutuskan untuk kembali kesana. Mungkin tidak akan ada lagi kesempatan untukku melarikan diri.


Jumat, 30 Oktober 2015

Avatar

Bayangkan sekarang kamu berdiri di tengah sebuah perang. Pertanyaannya bukan lagi bagaimana harus menang, tapi berubah menjadi bagaimana kau bisa tetap hidup.

Kakiku mungkin sedang menginjak bumi. Tapi bisa saja alam bawah sadarku memvisualkan negeri anta berantah dengan pemandangan menyejukkan. Aku masih bisa membaui padang rumput keemasan yang terbakar matahari. Masih ingat birunya langit dan kencangnya angin yang menerpa wajahku. Jalanan yang tidak rata menuju bukit kecil di sana, aku lewati dengan tergesah-gesah. Aku tidak ingat bagaimana aku bisa tiba di sana. Namun begitu menemukanmu di bawah pohon Oak tua, berdiri mematung tanpa sepatah kata apapun, entah mengapa aku merasa lega.


Di Antara Langit dan Samudra

Ini seperti aku sedang terjun ke lautan lepas, persis di tengah samudra.


Apa sih yang aku ingini sekarang? Bersenang senang menikmati ciptaan Tuhan, atau bunuh diri? Bukannya apa, konstelasi bintang memang bergerak indah di musim panas. Bahkan rasi biduk yang biasanya baru bisa ku nikmati menjelang pukul 9 malam, kini bertengger malu-malu di dekat jalan susu. Aku tidak perluh pergi ke Bosca sekedar untuk merasakan sensasi berenang di luar angkasa. Aku cukup menguatkan hati untuk berani menatap dua bola matamu, dan aku menemukan seluruh dunia di sana.

Indah sekaligus menakutkan. Menyenangkan memang berlari kecil, sambil bermain air di tepi pantai. Tapi bagaimana jika ombak menyeretku ke lautan dalam? Aku tidak takut tenggelam, karena sekarang aku sadar tidak lagi di pinggir pantai berpasir, namun jurang tinggi yang sengaja aku datangi. Tidak ada warna biru laut. Hanya kekosongan tak berujung dari hitamnya air yang memantulkan bintang-bintang.

Tik Tok





Menunggu sudah seperti rima hidup yang sebulan belakangan ini ku lakoni. Aku sampai tidak tau bedanya itu dengan menghirup oksigen. Semua seolah berjalan melambat dan aku sendiri yang berlari maraton. Tanpa sadar kau tertinggal. Jadi ketika aku berhenti, menengok ke belakang sejenak, aku tersadar aku harus menunggu. Melakukan kegiatan yang sebenarnya dengan senang hati akan ku lakukan jika saja tidak ada yang namanya waktu.

Sadarkah kau berapa lama aku harus selalu menunggumu? Gerakanmu seolah adegan slow motion yang memaksaku dua kali lipat lebih sabar menanti akhir. Duduk di bangku yang sama, mengantisipasi bukan hanya penyakit lelet, tapi mungkin juga amnesia tiba-tiba bercongkol di kepalamu. Sekarang, aku tidak hanya menghitung kelopak bunga, tapi juga menghitung rumbai taplak meja, hingga domba-domba yang sekarang mulai melompat-lompat di depan mataku. 

Aku bosan, hei kau koruptor waktu. Terlalu banyak saat yang aku habiskan untuk menyambut kedatanganmu yang monoton. Tidak ada tampilan istimewa dari kemeja biru tua yang kau pakai. Tidak ada lagi sesuatu yang berbeda dari cara berdirimu yang suka menumpuh di kaki kiri. Hanya aku bersyukur goresan senyum di wajahmu tidak ikut terkikis waktu yang terbuang.

Tidak ada kata atau pelukan minta maaf. Tidak perluh. Karena begini lah kita. Dua jarum yang baru bisa benar-benar bertemu setelah 12 jam memutar. Bertemu hanya di dua saat di satu hari yang panjang. 

Selasa, 30 Juli 2013

Menjelajah Mimpi


Mimpi memang luar biasa. Kita bisa menjadi apa saja dalam mimpi kita. Aku bahkan pernah bemimpi jadi bangsawan eropa, pacar artis, petualang, agen rahasia, tribut hunger games, atau pembunuh hantu, hahaha. tapi tentu saja itu bagian mimpi yang aku dapatkan saat tidur. Susah kalau harus bercerita ribuan mimpi yang setiap malam aku jelajahi. jujur saja. aku tidak bisa mengingat 'bunga tidur' itu dengan baik. walaupun aku mendapat banyak hal yang bisa aku pelajari bahkan dalam mimpi.


Sabtu, 24 November 2012

Cinta

Tentu saja ini topik yang jarang aku bahas. Ya memang sebelumnya aku pernah mengepost "kalau saya berbicara cinta", bahkan itu tergolong banyak ketika aku mengepost dua artikel cinta diantara sepuluh. mungkin topik ini memang spesial, dan mungkin bisa menaikkan rating blogku. Tapi kendati seperti itu, sampai sekarangpun, aku tidak pernah bisa memahami 'cinta'. ah ini akan jadi cerita yang panjang!

Rabu, 03 Oktober 2012

Just Stay Here 1



ALL BEGIN  | 1
...Aku...seseorang yang ingin tersenyum di terik matahari pagi seperti yang lainya. Tertawa dan bahagia... kini entah kenapa impian kecil itu terasa terlalu sulit untuk terwujud. Apa yang ku pilih telah membawaku dalam sumur kemalanganku sendiri. Sekeras apapun aku berteriak... sebesar apapun aku berjuang...aku akan tetap terjebak di tempat ini entah sampai kapan...
Rian meninggal.” Dekkk...
Seluruh tubuhku tiba-tiba melemas. Sedetik yang lalu aku seakan berada dalam Dejavu yang sama sekali tidak ingin aku ulang. Hanya saja nama itu sekarang berbeda. Kali ini nama itu terdengar seperti milik seseorang yang kemarin menatapku dengan senyum dan kegugupan yang konyol. Sekali lagi, itu adalah nama orang yang menyatakan cintanya padaku. Ya, sekali lagi, kabar yang sama dengan alasan yang sama, dan penyebab yang sama, AKU!

Kamis, 14 Juni 2012

Tempat Terang

Aku tidak pernah merasa sebahagia ini memiliki sesuatu. Bersyukur sebesar ini karena berada di suatu tempat. Tapi Tuhan telah memberikan lebih dari sebuah keluarga. Lebih dari sekedar teman. Ini adalah sebuah masa paling istimewa yang membuat aku tau apa itu takdir dan jalan Tuhan. Semuanya berawal dari sesuatu yang kecil. Di sinilah, ketika aku masuk dimasa abu-abu putih...

Aku tidak pernah memilih masuk ke sekolah kejuruan. Sama sekali tidak pernah! Berharapun tidak. Orang tua ku yang menginginkannya. Oh, bahkan aku baru mengatakan 'baiklah aku mau sekolah disana' 2 hari sebelum ujian masuk. Itu aja karena aku dapat mimpi (ceritanya habis sholat istiharoh) sekolah di tempat yang punya gagang tangga hijau (yang ternyata) persis kayak punya sekolah itu. Uh pokoknya benar benar cuma bisa mengekor teman yang memang niat masuk sana. Bahkan aku menyamakan pilihan jurusan. Awalnya sih iya, pilihan pertama akuntansi pilihan kedua multimedia. Kemudian datang seorang ibu yang katanya pengen liat nilaiku, terus beliau bilang 'ehm... bagus. kok multimedianya nomor dua? nggak kebalik tah ini'. Aku cuma senyum, bingung maksudnya apa. Terus nggak lama temen ku yang se smp juga dateng pengen liat nilai, dan komennya hampir mirip sih tapi lebih nusuk! 'loh multimediamu loh kok nomer loro seh ? gak iso melbu akuntansi, gak mungkin melbu multimedia loh'. Nah loh, kalo nggak masuk dua-duanya sekolah swasta dong ? nggak mau... mahal!(padahal loh sekolah ini ternyata sama mahal e >.< ). Dan akhirnya aku ganti Multimedia jadi nomor satu.

Selasa, 13 Maret 2012

Di Tengah Langit yang Gelap

Saat ini aku ingin sedikit bernostalgia masa lalu. hmm... mungkin kalo kalian temen sekelasku masih inget kan dulu ada tugas speaking yang disuruh cerita tentang unforgettable moment ? ya, dan cerita yang aku pilih saat itu memang benar-benar yang tidak dapat terlupakan
ini cerita tentang langit.
ini cerita tentang bintang.
ini cerita tentang kebanggaan...

Saat itu usia ku mungkin masih 9 atau10 tahun, masih SD. aku lupa tanggal berapa tepatnya. yang jelas saat itu tengah bulan Ramadhan, di minggu akhir bulan Ramadhan. Bapakku dulu kerja jadi penjaga tambak punyanya pamanku. Dan kebetulan saat itu lagi mau panen. Aku sama emak emang sering bolak-balik ke sana buat ngunjungi Bapak. Maklum Bapak ku itu dari dulu model kerjaan nya selalu nggak bisa pulang tiap hari ke rumah, jadi mumpung tempat kerjanya di sidoarjo aja ya kami lah yang inisiatif pergi kesana.
Gubuk di tengah tambak itu emang nggak bisa dibilang bagus. Udah hampir roboh, tapi masih kuat kalo dipaksain bertahan 1-2 tahun lagi. di depannya ada 2 pohon waru besar yang menaungi halaman gubuk yang sebenarnya panas bukan main. di sekelilingnya udah tambak yang luas-luas banget. bahkan jarak gubuk satu dengan yang lain mungkin lebih dari 1 km. Aku hobi loh maen di bawa pohon waru. ngambilin bunganya yang berwarna kuning (kalo udah jatuh warnanya oranye) dan dibuat maenan. kalo yang nggak tau, bunganya itu agak mirip tulip (ngarang) tapi mahkotanya lebih lunak, teksturnya kayak bunga sepatu tapi lebih berisi, mirip gitulah cuma warnanya kuning dan nggak bisa ngembang sempurna kayak tulip (nah bingungkan ?).

Senin, 02 Januari 2012

Sindrom Bangsawan


Pernah mbayangin nggak pas kamu bangun tidur tiba-tiba ada yang buka'in tirai dan bilang "selamat pagi nona ?"Atau pas kamu jalan kamu ngerasa memakai gaun yang lebar sampai kamu berjalan jinjit dan menaikkan dagu seolah putri raja ? haha... itu emang imajinasi ku pas kecil. Jujur aja, walau sekarang banyak anak manggil aku preman, tingkah laku nggak karuan, dulu aku juga sempet jadi boneka mainannya kakak-kakak perempuanku. Aku sering loh di bikinin baju gaun-gaun, rok lebar, panjang warna putih, merah, pink... pokoknya mainan banget deh. Dan anehnya aku seneng-seneng aja tuh hehe....
Nah setelah kakak-kakak ku itu nikah dan ikut suami-suaminya, otomatis kebiasaan pake gaun dan rok itu terkikis oleh waktu. Tapi sepertinya kebiasaan masa kecil itu masih berbekas. Tentu aja bukan dengan diem-diem aku pake gaun...pake rok panjang-pajang...Gila apa ?disangkanya aku mau kondangan ?
Tapi entah kenapa kebiasaan itu memicu ku lebih penasaran dengan kaum bangsawan....

Nah...nah... awal kisah pas smp ada temen ku (setelah ini inisialnya U) yang punya hobby beda nih sama aku. Aku yang notabennya seneng komik, nah U ini seneng baca novel (komik juga sih), aku suka dengerin lagu japanese dia western, aku masih nggak tau pengen melancong ke negara apa U udah punya planning ke Inggris, (dan ini yang paling memilukan) aku suka Itachi,           dia ngomongin pangeran Harry mannn......

Senin, 05 Desember 2011

Selamat Ulang Tahun untuk Diri Sendiri

Baru aja aku membaca sebuah post dari kawan ku yang berkata kalau dia nggak pernah dapat ucapan selamat ulang tahun dari orang tua nya. Mungkin itu memang menyakitkan apalagi orang tersebut tau betul bahwa hari itu hari ulang tahunnya. Dan kalau aku sendiri... aku memang tidak pernah mendapat ucapan selamat ulang tahun dari orang tua , karena aku tau sendiri mereka bukan tipe pemberi selamat yang terlalu formil , apalagi mereka juga tidak ingat kapan ulang tahun ku. ah... itu tidak masalah , sama sekali tidak. orang tua ku memang orang tua dari desa yang tidak terbiasa dengan hal-hal seperti itu. mereka sendiri juga tidak ingat kapan hari ulang tahun mereka. lucu memang... tapi aku tidak berhak marah, karena sampai sekarang pun aku masih belum bisa secara terang-terangan mengucapkan selamat ulang tahun untuk orang tua ku dan membawakan mereka kue. hah

dan aku sendiri... aku tidak terlalu menganggap hari ulang tahun ku spesial. ya memang spesial , tapi terkadang tak terlalu spesial. karena tidak sedikit hari ulang tahun ku diwarnai dengan suasana yang nggak enak. dan itu membuat ku terbiasa. Ucapan selamat ulang tahun dari kawan-kawan ku memang tidak pernah terlambat datang. mungkin itu yang membuat ku masih sadar kalau aku memang punya hari yang patut disyukuri karena aku telah diberi kesempatan hidup hingga hari ini oleh Allah SWT.

Kamis, 17 November 2011

Paradox of Sky Light eps.1


...Langit itu jauh...
terlalu jauh untuk ku lihat dari bumi yang kecil...tapi burung yang lebih kecil itu diperbolehkan terbang di sana. Kalau begitu bagaimana aku bisa merasa se egois ini untuk kabur. kenapa aku semunafik ini untuk menghindar... arrgghh....dasar bodoh. kenapa aku harus lari ? apa yang sebenarnya ada di pikiran ku sih...
aku semakin menenggelamkan tubuhku dalam rumput yang tumbuh hijau di belakang istana. Bajuku sudah setengah compang-camping untuk ukuran seorang cendekiawan perpustakaan istana yang seharusnya menjaga penampilan. aku meniup rambut yang terurai di depan wajah ku. Kemudian bangkit dan kembali membuka tiap lembaran buku tua yang khusus ku cari untuk proyek selanjutnya Tuan Gillbert. BLUUUSSS.....