Selasa, 13 Maret 2012

Di Tengah Langit yang Gelap

Saat ini aku ingin sedikit bernostalgia masa lalu. hmm... mungkin kalo kalian temen sekelasku masih inget kan dulu ada tugas speaking yang disuruh cerita tentang unforgettable moment ? ya, dan cerita yang aku pilih saat itu memang benar-benar yang tidak dapat terlupakan
ini cerita tentang langit.
ini cerita tentang bintang.
ini cerita tentang kebanggaan...

Saat itu usia ku mungkin masih 9 atau10 tahun, masih SD. aku lupa tanggal berapa tepatnya. yang jelas saat itu tengah bulan Ramadhan, di minggu akhir bulan Ramadhan. Bapakku dulu kerja jadi penjaga tambak punyanya pamanku. Dan kebetulan saat itu lagi mau panen. Aku sama emak emang sering bolak-balik ke sana buat ngunjungi Bapak. Maklum Bapak ku itu dari dulu model kerjaan nya selalu nggak bisa pulang tiap hari ke rumah, jadi mumpung tempat kerjanya di sidoarjo aja ya kami lah yang inisiatif pergi kesana.
Gubuk di tengah tambak itu emang nggak bisa dibilang bagus. Udah hampir roboh, tapi masih kuat kalo dipaksain bertahan 1-2 tahun lagi. di depannya ada 2 pohon waru besar yang menaungi halaman gubuk yang sebenarnya panas bukan main. di sekelilingnya udah tambak yang luas-luas banget. bahkan jarak gubuk satu dengan yang lain mungkin lebih dari 1 km. Aku hobi loh maen di bawa pohon waru. ngambilin bunganya yang berwarna kuning (kalo udah jatuh warnanya oranye) dan dibuat maenan. kalo yang nggak tau, bunganya itu agak mirip tulip (ngarang) tapi mahkotanya lebih lunak, teksturnya kayak bunga sepatu tapi lebih berisi, mirip gitulah cuma warnanya kuning dan nggak bisa ngembang sempurna kayak tulip (nah bingungkan ?).

Oke, langsung aja ke inti cerita. Yang paling aku suka dari tempat itu bukan bunga waru, ikan berlimpah yang bisa kapan aja aku goreng ataupun angin yang semilir membelai tubuh. Aku memang suka bermain gethek ke tengah tambak, seolah berada di tengah danau film heart (haha) . Ataupun ketika matahari hampir tergelincir, melihat ribuan burung bangau putih yang berkumpul di sebuah dataran di tengah tambak tak jauh dari sana dan menutupi hampir seluruh bagian pohon-pohon yang tumbuh, hingga menciptakan ilusi tumpukan salju yang seolah tak mencair. Indah memang, keren. aku saja hampir tidak percaya dengan pemandangan itu. tapi itu bukanlah yang terbaik.

Malam telah datang. tidak ada rutinitas menyalakan lampu seperti yang biasa kami lakukan di rumah. Daerah sini memang di lewati tiang-tiang listrik, tapi tidak untuk kami. bukan. jadi para penjaga tambak biasanya hanya mengandalkan lampu tamplek (ublik) untuk penerangan malam hari. tapi tentu saja sekali lagi, hari itu spesial. setelah berbuka, beberapa orang mulai datang untuk membantu proses panen. jujur saja, aku tidak suka kalau tempat ini banyak orang. karena bapakku pasti akan sibuk sendiri dan meninggalkan aku sendirian. tapi kali itu bapak ku janji akan mengajakku berkeliling tambak, memantau tambak yang telah di surutkan. Tak berapa lama sepupu-sepupu ku datang. mereka berniat membantu. bapakku langsung menyambut mereka dan mengobrol di depan gubuk sambil di temani api unggun yang membara. aku sendirian lagi. tapi kali itu aku dipanggil. Emak memberikan selimut pada ku sebelum aku keluar. benar saja, belum juga melewati pintu, udara dingin sudah menyergap menusuk tulang.

Ternyata mereka sedang mengobrol tentang pengalaman jaman dulu, sambil menunggu pamanku datang. aku duduk di sebelah bapak, merapat. beliau sedang bercerita pengalamannya dulu menjadi mandor proyek listrik masuk desa, jauh sebelum aku lahir. beliau bercerita tetang pengalamannya di pelosok desa, bertemu dengan orang-orang baik hati yang memiliki berbagai macam karakter, pengalamannya dengan buaya, ular, di kebun salak, kelapa, makan masakan aneh seperti sate kuda sampai pengalamannya mencurangi arsitek yang berujung kegagalan besar. Bapak ku itu petualang, ya. aku tau. dari dulu Bapak memang jarang di rumah. Apalagi sejak kerja di listrik itu. Bapak hanya pulang sebulan sekali. menengok istri dan ke dua anaknya (masih dua) dengan membawa se-mobilbox apel, rambutan, jambu, kelapa atau apapun yang memang sering dibawa kan warga kampung di mana pun bapakku singgah. Itu terus berlangsung. Bahkan kata emak, waktu lahiranku Bapak tidak bisa datang karena berada di sulawesi. Makanya, bisa melihat beliau sekarang rasanya senang bukan main. bisa mendengar beliau bercerita dengan semangat seperti ini seakan membayar puluhan dongeng yang dulu tak sempat dibacakannya untukku. Aku bahagia, sungguh. Dan ketika aku mendongak ke langit, aku tertegun.
Aku tidak tau jam berapa saat itu. yang jelas lebih dari jam satu, mungkin. disana ribuan bintang tersebar. membentuk sebuah jalan susu yang membagi angkasa. di sampingnya bulan bersinar hampir separuh. tidak ada satu bintang pun yang redup, semuanya seolah berlomba bersinar. apalagi ditengah langit bertabur bintang itu, terpantul siluet pohon waru yang ternyata telah di kerubuti ratusan kunang-kunang. benar, kunang-kunang kawan. serangga kecil yang memancarkan cahaya itu seolah tidak mau kalah cantik dengan bintang-bintang disana.
Tidak cukup itu saja, setelah itu , sekelebatan, sangat cepat, sebuah bintang berekor putih jatuh. aku menahan nafas. terkejut dengan keindahan yang baru saja kusaksikan. Bapakku tersenyum, dia bilang bintang jatuh memang sering disini. katanya jika aku bersabar aku akan bisa melihat yang lain. dan benar saja, saat itu sebuah bintang berekor biru kembali jatuh. dan tak lama dari itu kembali bintang berekor putih dengan ekor yang lebih panjang jatuh. hingga beberapa kali lagi aku melihat yang berekor biru panjang, hingga yang agak kekuningan. sungguh, aku tidak tau apa lagi yang bisa kufikirkan saat itu. begitu banyak keindahan yang aku lihat. begitu banyak kebahagiaan hingga menyesakkan hati.
Bapak mengulurkan satu tangan, merengkuhku agar aku tidak kedinginan. tapi fikiranku langsung melayang saat pertama kali aku ke sini. gadis kecil berumur 4 tahun itu sudah kelelahan berjalan kiloan meter, tapi beberapa ratus meter dari sana, dia bisa melihat seorang laki-laki yang sibuk di pinggir sebuah gubuk. tanpa menghiraukan apapun gadis itu berlari dan memanggil bapaknya dan langsung melompat kepelukan Bapak yang dirindukannya.
Inilah bapakku, orang yang kehadirannya selalu ditunggu ke 4 putrinya. masih jelas di kepalaku sorak gembira kakak-kakak ku saat Bapakku pulang. Orang yang selalu berusaha membuat keluarganya bahagia dengan membawa barang-barang kecil dari uang yang tidak seberapa yang ia dapatkan susah payah di tanah antabarata. Dia bekerja keras untuk kami. kami tau. Bapak orang yang baik, makanya buah-buah itu selalu datang ke rumah kami dalam jumlah banyak. Tapi waktu Bapaklah yang mahal. Jadi ketika aku dipeluknya aku hampir menangis, tapi tidak bisa. terlalu banyak kebahagiaan hari itu untuk aku hancurkan dengan airmata. Aku bahagia, sangat bahagia. aku memiliki waktu untuk mendengar ceritanya, melihatnya tertawa, sungguh Ya Allah aku berterima kasih.
Dan sebelum aku menutup malam, aku berdo'a dalam hati, semoga kebahagiaan selalu meliputi keluarga kami hingga suatu saat nanti kedua orang tua ku bisa bangga pada ku.



Untuk Bapak dan Emak ku, aku cinta kalian dengan seluruh hati dan jiwa
jangan sering bertengkar nggak penting ya,
Apapun yang terjadi, kalian tetap orang tua terbaik se-dunia
Terima Kasih untuk segalanya :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar