Bukan maksud terkutuk untuk selalu terjebak di suatu waktu denganmu. Siapa juga yang tidak bosan mendapatkan pemandangan sepertimu setiap hari? Tapi buktinya aku tidak menyesal terlalu sering menatap punggungmu dari kursi belakang mobil seperti ini. Walaupun berjuta kali kamu mengomel dengan kalimat ‘aku bukan supirmu’, toh juga kamu tidak keberatan aku berakhir menguasai kursi belakang mobil sebagai teritori milikku. Seperti perasaanku saat ini, yang tidak keberatan mendapati diri terbangun di pagi buta dengan suara ombak dan kamu tidur tak lebih dari semeter di depanku.
Aku mengerjap mata sebelum tersenyum mendapatimu tidur dengan pose luar biasa aneh dengan mulut mengagah dan posisi badan yang aku yakin sangat tidak nyaman terjebak di kursi supir. Iseng, aku mengambil handphonemu dan mengabadikan pose mengerikan ini untuk suatu hari dapat kita tertawakan bersama.
CEKRIK!
Terkejut, hampir aku kehilangan keseimbangan jatuh ke jok depan, tepat di pangkuanmu. Tak tahu aku ini beruntung atau tidak mendapati diri hanya bisa mematung, setelah detik berikutya, matamu terbuka dan aku terlalu tercengang untuk seharusnya terjungkal. Untung nyawamu belum lengkap, jadi yang kau lakukan hanya bergumam tidak jelas dan kembali tidur.
Aku menghela nafas lega. Untung saja!
Pernah kejadian memalukan seperti ini terjadi. Ketika pertama kali aku mencoba memakai rok panjang berkibar-kibar sambil mengendarai sepeda di pinggir pantai. Pantai ini. Tepat di ujung jalan setapak sana, setahun yang lalu, aku mengolokmu yang tidak bisa mengendarai sepeda atau motor atau kendaraan apapun beroda kurang dari tiga, di usia yang hampir menginjak dekade ketiga. Dengan PD nya aku bersepeda mengelilingmu seolah bertawaf sambil melafadkan do’a-do’a yang sebenarnya adalah sindiran-sindiran kecil tentang kekuranganmu itu. Dan juga kekurangan mu yang lain, tentu saja.
Sebut saja seperti potongan rambut yang ketinggalan jaman, atau kebiasaanmu memakai kaos kaki sebelum tidur atau selera makanmu yang tidak bertoleransi dengan pedas. Dari pada seorang penumpang, aku lebih cocok disebut sebagai kritikusmu. Oke, oke aku mengaku sebenarnya aku lebih pantas disebut bullier sejatimu. Haha.